PEMBERIAN NAMA ADALAH LANGKAH AWAL MENDIDIK KESALEHAN ANAK

images (27)
Ketika seorang suami dan istri telah melakukan jima’, maka atas ijin Allah mereka akan dikaruniai seorang anak, atas rahmat dan amanat ini, orang tua muslim akan menyambutnya dengan gembira dan setelah sembilan bulan si istri mengandung, maka akan lahirlah ke tengah-tengah mereka seorang manusia kecil yang mungil, polos, dan sangat lucu. Pada saat itulah orang tua harus bertambah syukur atas nikmat Allah, sebagai amanah anak akan diperlakukan mulia yaitu dengan menyusui anak, mengadzani dan mengiqomahi pada kedua telinga, mencukur rambut dan memberi nama yang baik serta mengaqiqahi. Kemudian bila telah tiba saatnya anak akan dikhitan dan dikhifadz.
Di antara upaya orang tua untuk menyambut gembira kehadiran anak adalah dengan memberi nama yang baik. Hal ini merupakan langkah awal orang tua untuk mendidik kesalehan anak ketika anak sudah lahir. Selain nama merupakan doa dan harapan orang tua, dalam pemberian nama juga terdapat upaya orang tua mendidik kesalehan anak. Upaya ini berupa salah satu dari rangkaian upaya yang dilakukan orang tua setelah bayi pada saat setelah bayi lahir. Jadi upaya ini merupakan awal dari berbagai langkah untuk mendidik kesalehan anak. Upaya-upaya tersebut adalah:
a. Upaya orang tua mendidik akidah Islamiyah anak
Akidah adalah keyakinan tentang satu (esanya) Tuhan yang tidak boleh dicampuri oleh keraguan-keraguan, syak wasangka dalam hati. Pendidikan akidah/ keimanan berarti membangkitkan kesadaran/kesediaan yang bersifat naluri yang ada pada setiap anak melalui bimbingan agama agar si anak mempunyai keyakinan terhadap keesaan Allah SWT.[1]
Wujud pendidikan ini adalah penanaman keyakinan terhadap Allah, dimana Allah adalah dzat yang paling tinggi yang menciptakan manusia, yang berhak atas manusia, karena itu sebagai ciptannya, manusia sudah selayaknya wajib melakukan ibadah/menyembah Allah, tidak menyekutukannya sebagaimana hadis:
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ثلاث من كنّ فيه وجد حلاوة الإيمان ان يكون الله و رسوله أحبّ إليه مما سواهما و ان يحب المرء لا يحبه إلا الله و ان يكره ان يعود في الكفر بعد أنقده الله منه كما يكره ان يلقى في النار (رواه البخاري)[2]
Dari Anas bin Malik r.a. ia berkata, dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda, “Tiga hal yang barang siapa memiliki ketiganya, dia akan menemukan lezatnya iman, yakni : 1) Allah SWT dan rasul-Nya lebih dicintai daripada yang lain, 2). Mencintai seseorang hanya karena Allah dan 3). Berpantang tidak akan kembali kafir sebagaimana ia berpantang enggan dilemparkan ke dalam api neraka”. (HR. al-Bukhari)
Dalam memberi nama, orang tua akan memilih nama yang menunjukkan penghambaan diri kepada Allah, dengan begitu ia akan mengajak anak pada situasi yang mengarah pada keyakinan anak terhadap Allah SWT. Dari situ anak akan mulai ditanamkan keyakinan terhadap keesaan Allah dan pendidikan ini akan mulai mendapat respon dari anak ketika anak mulai menyadari makna dari nama yang dikandungnya, saat itu anak akan mengembangkan pikirannya bahwa ternyata orang tua mempunyai maksud tertentu dalam nama yang diberikan kepadanya, sehingga timbul semacam keinginan untuk menyesuaikan dengan tingkat laki-laki perbuatan kesehariannya. Apalagi ketika nama itu sudah menjadi penggilan yang akrab didengar ditelinga. Ia akan menimbulkan semacam beban dan tanggungjawab moral untuk mempertahankan makna nama tadi.
Di sisi lain nama yang menunjukkan penghambaan diri kepada Allah adalah nama yang paling disukai oleh Allah, sebagaimana hadis Nabi SAW:
عن ابن عمر قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم أحبّ الأسماء الى الله تعالى عبد الله و عبد الرحمن (رواه أبو داود)[3]
Dari ibn Umar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya nama kamu sekalian yang paling disukai oleh Allah SWT ialah Abdullah dan Abdurrahman”. (HR. Abu Dawud)
Sebaliknya orang tua muslim tidak akan memberi nama anak yang mirip ciptaan Allah dengan nama yang maknanya menyerupai kemahakuasaan Allah SWT. Karena itu akan menciptakan suasana yang menentang kemahakuasaan Allah, sehingga lambat laun akan menjadikan anak yang musyrik terhadap Allah SWT. Contoh nama tersebut adalah malikul amlak (raja diraja).
b. Upaya mendidik anak untuk taat beribadah kepada Allah
Ibadah merupakan kewajiban manusia, dan sebagai makhluk yang telah diciptakan oleh Allah, karena penciptaan manusia itu sendiri hanya untuk beribadah kepada Allah. Seperti dijelaskan dalam firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat 56,
و ما خلقت الجنّ و الإنس إلا ليعبدون
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
Pengertian yang terkandung dalam ibadah sangat luas. Sesorang dikatakan beribadah tidak hanya ketika ia melaksanakan shalat lima waktu, puasa, zakat, dan haji saja, tatapi lebih dari itu segala kegiatan yang bertujuan menghambakan diri kepada Allah juga termasuk dalam ruang lingkup ibadah.
Muhammad Quthb menyatakan bahwa seluruh kehidupan manusia pada hakikatnya adalah ibadah. Di samping mekaksanakan ibadah (mahdloh), mereka juga melaksanakan aktivitas kehidupan yang diridloi Allah. Bahkan sebagian besar ibadah mereka merupakan realitas amal dalam segala lapangan kehidupan.[4] Salah satunya dalam memuliakan anak dengan memberi nama yang baik.
Dalam memberi nama yang baik pada anak, orang tua mempuyai tujuan untuk beribadah kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan ajaran Islam dalam memberi nama pada anak, di antaranya dengan memberikan hak anak dari orang tua dalam hal in yang dimaksud adalah nama yang baik, yang bermakna baik, karena sebagai manusia yang baru lahir ke dunia. Anak masih sangat lemah yang sangat membutuhkan pemeliharaan dan bimbingan dari orang tua, juga anak sebagai amanat Tuhan bagi orang tua harus diperlakukan denagn mulia, ia harus mendapat nama yang baik sebagai identitas dan panggilan di dunia dan akhirat, karena itu sebagai kelengkapan untuk menjadi insan yang terbaik (insan taqwim). Nama sangatlah tepat jika disebut sebagai kewajiban orang tua. Sebagaimana perintah Rasul dalam hadisnya:
عن الحارث بن النعام قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم قال أكرموا أولادكم و أحسنوا أسمائهم (رواه ابن ماجه)[5]
Dari Kharis bin Nu’am ia berkata, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Muliakanlah anak-anak kalian dan berilah mereka nama-nama yang baik”. (H.R. Ibnu Maajah)
Selain itu, nama juga sebagai hak anak atas orang tua. Sebagaimana hadis Nabi SAW:
عن ابن عباس قال ان النبي صلى الله عليه و سلم قال حق الولد على والده ان يحسن اسمه و أدبه (رواه البيهقي)
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda, “Hak anak atas ayahnya adalah memberi nama yang baik dan mendidiknya dengan baik”. (HR. al-Baihaqi)
Hadis di atas mengandung maksud bahwa hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya adalah nama yang baik dan itu akan menjalar pada kebaikan adab. Orang tua muslim tentu akan memberikan hak ini secara sempurna. Ia akan berusaha maksimal untuk memberi nama baik. Ia akan mencari redaksi nama yang baik, nama yang sesuai dengan ajaran Islam. Bahkan kalau ia tidak mampu membuat sendiri, ia akan meminta orang lain yaitu orang yang lebih alim (bapak kyai) untuk memberikan nama yang baik pada anaknya yaitu nama yang sesuai dengan harapannya.
Selain itu bentuk dari pelaksanaan ketentuan-ketentuan Islam dalam memberi nama adalah dengan melakukan shalat istikharah ketika orang tua telah mendapatkan gambaran redaksi nama-nama yang akan dipilih. Orang tua meminta pertolongan terhadap Allah agar dituntun dalam menentukan pilihannya. Orang tua yang bersikap demikian telah mendidik anak untuk terbiasa meminta petunjuk terhadap Allah dalam berbagai hal, sehingga diharapkan anak akan tumbuh dengan terbiasa melaksanakan shalat dalam berbagai hal dikehidupannya. Sebagaimana hadis Nabi SAW:
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال كان النبي صلى الله عليه و سلم قال اذا همّ أحدكم بالأمر فليركع ركعتين ثم ليقل ... (رواه البخاري)[6]
Dari Jabir bin Abdullah r.a ia berkata, Rasul SAW bersabda, “Jika diantara kalian menghadapi perkara (pilihan) yang penting, maka shalatlah dua rakaat, kemudian bacalah do’a….” (HR. al-Bukhari)
Bentuk lainnya adalah memberi nama pada hari ketujuh dimana sebagaimana yang diketahui itu adalah sunnah Nabi dengan dibarengi pelaksanaan aqiqah, dan pada prosesi pemberian nama diakhiri dengan doa untuk kebaikan anak dimana terlihat bahwa dari prosesinya terdapat rangkaian ibadah yang dilaksanakan orang tua, dengan maksud mendidik anak agar anak mulai terbiasa denagn kegiatan ibadah dalam berbagai hal kehiduan semenjak dini. Ketika ia belum mampu melaksanakannya sendiri, orang tua telah memberi pemandangan ibadah terlebih dahulu. Karena sebagaimana diketahui bahwa tahap awal pembelajaran anak adalah dengan mendengar, melihat, kemudian bertanya praktik.
c. Upaya orang tua mendidik akhlak anak
Akhlak adalah segala tingkah laku dan sikap seseorang yang mempunyai nilai utama dan nilai hina atau nilai yang tinggi dan nilai yang rendah. Alat ukur akhlak adalah al-Qur’an dan Hadis dan contoh pribadi yang berakhlak mulia bagi manusia adalah Rasulullah SAW. Al-Qur’an sendiri menyatakan bahwa beliau adalah seorang yang memiliki akhlak yang agung yang perlu dicontoh oleh masyarakat dengan ungkapan “uswatun hasanah” (teladan paling baik) bagi manusia.[7] Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21,
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة ...
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…”
Berdasarkan firman Allah trersebut jelas bahwa Nabi diposisikan oleh Allah sebagai contoh tersebut, kemudian menanamkan rasa sayang pada contoh tersebut, kemudian menumbuh suburkan rasa itu sehingga menjadi rasa cinta dan rasa ingin seperti contoh tersebut, sebagaiman pepatah mengatakan “Tak kenal maka tak sayang, dan tak sayang maka tak cinta”.
Begitu juga dalam menanamkan rasa ingin seperti Rasulullah SAW harus dilakukan dengan tahapan seprti di atas. Dimana orang tua sebagai pendidik utama dan pertama harus terlebih dahulu memperkenalkan Rasulullah SAW pada anak dalam memberi nama. Di mana orang tua pertama kali memperkenalkan nama Rasul, karena pertama kali yang mudah dikenal dari seseorang adalah nama. Dengan langkah orang tua untuk memberi nama “Muhammad” pada anak berari orang tua telah melakukan tahap awal dan kemudian setelah itu orang tua melanjutkan langkahnya dengan memperkenalkan kisah-kisah teladan Nabi. Langkah ini nampak pada pembacaan berzanji, kitab tentang kisah Nabi, pada prosesi penetapan nama anak.
Nama “Muhammad” mengandung unsur doa dan tafa’ul (pengharapan yang baik) terhadap anak-anak. Dengan nama tersebut, anak didoakan supaya menjadi orang yang terpuji (akhlaknya) dan sekaligus sebagai pengharapan agar anak berakhlak seperti Rasulullah, walaupun tdak sepenuhnya. Setidaknya sebagian kecil dari akhlak Nabi yang agung ditiru oleh anak. Karena hanya Nabi Muhammad yang mempunyai akhlak paling mulia.
Kemudian mengenai pembacaan berzanji merupakan langkah orang tua agar pada masa awal pendengaran bayi berfungsi, maka yang terdengar adalah kisah-kisah teladan dari Nabi Muhammad dengan akhlaknya yang mulia dan diharapkan akan mendarah dagingdalam jiwa anak. Karena segala sesuatu yang dikenalkan pada masa-masa awal bayi, kesemuanya akan tercetak seumur hidupnya di dalam otak bayi tersebut dan tidak akan dapat hilang untuk seumur hidupnya, karena mengendap di bawah sadarnya. Kalau nanti ada pengaruh dari luar yang menggodanya, maka insyaallah bawah sadarnya akan memanggilnya kembali.[8]
Tidak terkecuali, dalam nama lain juga terdapat upaya orang tua untuk mendidik akhlak, karena dengan memilih nama tersebut. Orang tua bertujuan agar anak biasa meniru sifat, kemampuan, dan kelebihan-kelebihan lain dari orang yang memiliki nama tersebut. Dan tidak ada orang tua yang menghendaki anaknya seperti orang jahat, buruk perilakunya kecuali karena ketidaktahuan dan ketidaksadaran orang tua akan maksud dari nama yang diambilnya tersebut.
Dari uraian di atas, nampaklah bahwa nama yang baik akan semakin penting dalam mempersiapkan anak saleh. Di samping sebagai doa dan harapan, nama akan menjadi dasar kepribadian sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya. jika maknanya baik maka menjadi dasar kepribadian yang baik begitu juga sebaliknya jika maknanya jelek maka akan menjadi jelek dasar kepribadiannya. Nama yang baik itu mempunyai pengaruh positif atas kepribadian manusia. Begitu juga atas tingkah laku, cita-cita dan angan-angannya.[9]
Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam pemberian nama yang baik kepada anak adalah bahwa nama tersebut memiliki efek psikologis dan paedagogis kepada anak.[10] Anak yang diberi nama baik akan dipanggil dengan nama tersebut, dengan demikian diharapkan ia akan terbiasa dengan panggilan yang baik.
Telinganya akan akrab dengan panggilan yang baik dan dengan penjelasan dari orang tua tentang makna yang terkandung di dalamnya. Tentunya anak akan semakin sayang dan senang dengan panggilan tersebut. Di sisi lain ada semacam keinginan untuk menyesuaikan panggilan tersebut dengan tingkah laku perbuatan kesehariannya. Ketika anak sudah mempunyai semangat dan sugesti untuk menyesuaikan tingkah lakunya itu berarti manfaat dari nama yang bermakna baik sudah mulai terasa. Bagaimanapun ada semacam beban dan tanggungjawab moral untuk mempertahankan makna nama tersebut akan terasa malu agaknya, jika ia berbuat menyimpang dari makna yang terkandung di dalamnya.
Selain itu dalam pemberian nama juga terdapat unsur-unsur upaya orang tua untuk mendidik anak agar menjadi anak yang saleh. Karena sebagai pendidik utama dan pertama orang tua akan dimintai pertanggungjawabannya tentang bagaimana ia mendidik anaknya. Pada hari akhir nanti karena kertas putih yang polos belum tertulis apapun, maka orang tualah yang pertama kali memberi lukisan pada kehidupan anak.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban orang tua terhadap anak, orang tua akan berusaha memberikan pendidikan atau ajaran-ajaran yang sesuai dengan ajaran agama Islam dalam setiap tindakannya. Hal ini yang akan menjadi pilar-pilar kepribadian anak. Anak yang baru lahir yang diperlakukan sesuai dengan Sunnah Rasul kemudian diberikan motivasi sesuai dengan fitrahnya. Untuk membiasakan diri mengulangi sunnah itu, baik dalam bentuk yang sama maupun dalam bentuk yang berlainan. Maka pertumbuhan dan kesadarannnya akan terus meningkat. Sunnah yang baru saja dialaminya akan terserap dan berakar dalam diri sang bayi, dan menjadi pemandu dalam watak sosialnya.[11]
Begitu besar tanggungjawab orang tua terhadap anak, maka walaupun nama yang baik itu hanya merupakan anjuran dari Rasul, bukan merupakan kewajiban yang mutlak sebagaimana shalat, maka nama yang baik kiranya tidak terlalu berlebihan jika dipenuhi oleh orang tua, karena dengan manfaat-manfaat makna yang tersirat di dalamnya sebagaimana penjelasan di atas.

[1] Didi Jubaedi Ismail, Membuka Rumah Tangga Islami di Bawah Ridlo Ilahi, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 199.
[2] Muslim Abu Hasan, Op. Cit., hlm. 38.
[3] Abu Daud Sulaiman, Sunan Abu Daud, Juz II, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996), hlm. 289.
[4] Djalaluddin, Mempersiapkan Anak Saleh, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 74.
[5] Abi Abdillah M. Bin Yazid Al-Qazwany, Sunan Ibnu Majah 2, (Beirut: Dar al Fikr, t.th.), hlm. 1114 (hadits ke 3671).
[6] Muhammad Musthafa, Jawahirul Bukhari, (Indonesia: Dar Al-Ikhya Al Kitab Al-Arabiyah, t.t.), hlm. 146.
[7] Nasiruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: al-Ma’arif, t.th.), hal. 36.
[8] Su’dan, Al-Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa, 1997), hlm. 294.
[9] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: al-Husna, 1989), hlm. 381.
[10] Ramayulis, dkk., Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, cet.IV., 2001) hlm. 117.
[11] Aba Firdaus al-Halwani, Melahirkan Anak Saleh, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, cet.IV., 2003), hlm. 56.






















































No comments:

Post a Comment