MODERNISASI MAHAR NIKAH


Mahar merupakan kewajiban oleh suami terhadap istri yang harus diberikan baik dalam atau setelah dilakukan akad nikah. Kewajiban tersebut tidak memiliki batasan dalam jumlahnya. Dalam Al-Qur’an dan Hadist dijelaskan agar pihak perempuan tidak mempersulit atau mempermudah mahar atau mas kawin yang akan diberikan oleh suami,  mengapa perempuan dalam Islam disyari’atkan untuk tidak mempersulit mahar, agar tidak menjadi beban bagi laki-laki untuk menikahinya, dan  mempermudah adanya pernikahan itu sendiri, karena tujuan utama menikah dalam Islam bukanlah mahar.
Pernikahan yang baik bukan dilihat dari jumlah mahar dan bentuk mahar, besar atau kecilnya mahar yang diberikan oleh pihak lelaki, akan tetapi bukan berarti mahar menjadi hal yang remeh. Dalam pernikahan mahar merupakan kewajiban yang harus diberikan dan sebagai syarat sah pernikahan. Mahar sendiri memiliki makna yang cukup dalam. Hikmah dari disyari’atkannya mahar ini adalah menjadi tanda bahwa seorang wanita memang haruslah dihormati dan dimulyakan.
Modernisasi mahar adalah bentuk pengindahan mahar yang dilakukan dalam pernikahan. Pengindahan tersebut banyak dilakukan oleh para calon pengantin dan sudah menjadi tren di masyarakat untuk menghias mahar dalam pernikahan baik dihias sendiri atau dengan menggunakan jasa penghias mahar.
Pengindahan mahar juga memiliki berbagai macam bentuk tergantung bagaimana  keinginan  calon  mempelai  bentuk  apa  yang  mereka inginkan. Harga yang ditawarkan oleh para jasa penghias mahar juga bervariatif tergantung kerumitan dan bentuk.
Tradisi yang berkembang di masyarakat, sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan bahwa pemberian mahar atau mas kawin dengan menghiasnya terlebih dahulu, dengan bermacam-macam kreasi dan bentuk sesuai yang diinginkan oleh calon pengantin. Kebiasaan menghias mahar ini sudah menjadi tren atau adat di masyarakat dan memang Islam tidak mengatur tentang adanya pengindahan mahar dalam perkawinan. 
Dalam prakteknya pengindahan mahar yang dilakukan oleh calon pasangan pengantin adalah dengan menggunakan uang mainan atau palsu bukan dengan menggunakan uang asli. Hal ini dikarenakan adanya himbauan atau arahan yang dilakukan penghulu dan pegawai KUA pada saat proses pembinaan atau rafa’ nikah untuk tidak menggunakan uang asli dalam pengindahan mahar, sedangkan mahar uang asli yang sesungguhnya diberikan pada saat akad nikah secara tunai, karena nanti disaat akad akan diperlihatkan uang tersebut berapa jumlah yang sebenarya.
Penggunaan uang mainan bukan dengan uang asli tersebut dilakukan dengan berbagai alasan. Pertama, jika pengindahan mahar menggunakan uang asli untuk dibingkai dan bentuk-bentuk dengan segala macam, ditakutkan uang tersebut tidak dapat digunakan lagi, dan menjadi tidak bermanfaat, karena sudah dilem, dilipat-lipat dan sebagainya. Padahal tujuan pemberian mahar adalah menyerahkan sesuatu yang berguna bagi istri. Hal ini sesuai dengan syari’at Islam yang mengharuskan mahar yang diberikan oleh suami terhadap istri adalah sesuatu yang mempunyai manfaat. Jika mahar tersebut tidak mempunyai nilai manfaat, maka sesuatu tersebut tidak bisa dijadikan mahar.
Para penghulu dan staf sebenarnya kurang setuju dengan adanya modernisasi mahar nikah. Ketika ada calon pengantin yang mendaftarkan pernikahannya di KUA maka para staf dan penghulu menasehati dan memberi mereka arahan, bahwa lebih baik jika tidak usah melakukan pengindahan mahar. Apabila mereka masih tetap ingin melakukan hal tersebut maka para penghulu dan staf menyarankan pengindahan mahar dengan menggunakan uang mainan atau uang palsu.
Penggunaan uang mainan atau uang palsu tersebut menurut penghulu dan staf KUA lebih baik dan efektif, kemudian mahar yang  sesuangguhnya atau uang asli yang akan diberikan kepada mempelai perempuan diberikan dengan menggunakan amplop saja, yang sebelumnya sudah dihitung bersama penghulu dan calon mempelai jumlah mahar uang yang diberikan agar tidak terjadi kesalahan.
Kedua, alasan selanjutnya pengindahan mahar dengan uang mainan adalah agar diketahui pada saat akad nikah dan ditunjukkan berapa jumlah uang yang diberikan sebagai mahar kepada penghulu dan istri. Jika uang asli yang digunakan untuk pengindahan ditakutkan tidak diketahui secara jelas berapa jumlah nominal uang tersebut. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi kesalahan, karena pada saat ijab qabul disebutkan berapa jumlah uang yang diberikan sebagai mahar.
Pengindahan atau menghias mahar biasanya dilakukan dengan jumlah nominal uang yang disesuaikan dengan tanggal pernikahan berlangsung, seperti contoh tahun 2016 maka mahar yang diberikan sesuai dengan tanggal dan tahun tersebut yaitu diahiri dengan nominal Rp.16. Sedangkan pada saat ini uang Rp.16 sudah susah sekali ditemukan, dan biasanya para calon suami rela membeli dengan harga yang mahal di bank demi mendapatkan uang nominal tersebut. 
Dalam teori mahar yang disyari’atkan dalam Islam dan Kompilasi Hukum Islam, mahar yang diberikan kepada calon istri adalah didasarkan atas asas “kemudahan dan kesederhanaan”. Menggunakan uang pecahan rupiah seperti diatas yang sudah langka pada saat ini, merupakan sesuatu yang susah dan tidak mudah, maka hal itu tidak sesuai dengan asas mahar, yaitu kemudahan dan kesederhanaan. Uang nominal Rp.16 pada saat ini bukan merupakan sesuatu yang berharga dan tidak bermanfaat, tidak sesuai dengan disyari’atkan dalam Islam bahwa mas kawin atau mahar merupakan sesuatu yang mempunyai nilai guna dan manfaat.
Tradisi pengindahan mahar ini bukanlah sesuatu yang jelek atau bertentangan dengan Islam dan tujuan perkawinan yang ingin membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, yang menjadikan suami istri melakukan hak dan kewajibannya. Pengindahan mahar tidaklah membatalkan pernikahan. Tren ini juga memiliki etika sosial bahwa wanita memang harus dihormati dan dimulyakan. Melakukan pengindahan mahar dengan mempunyai tujuan untuk menyenangkan hati calon istri dan menghargai calon istri apabila memang pengindahan mahar dilakukan atas permintaan calon istri. Hanya ada beberapa hal yang perlu dikritisi terhadap pengindahan mahar terkait dengan manfaat, kemudahan dan kesederhanaan.


No comments:

Post a Comment